Belajar yang efektif di era pandemi
Situasi pandemi membuat sekolah diliburkan, anak-anak belajar dari rumah. Guru kerepotan mempersiapkan materi daring, orang tua kesulitan dan stres mendampingi prose belajar daring, dan anak-anak protes karena materi kebanyakan.
Hal ini selaras dengan psikologi kedukaan Elisabeth Kübler-Ross, dimana pandemi ini menyebabkan proses belajar yang selama ini berjalan seperti mengalami kehilangan. Pertama, tahap penyangkalan, semua orang mengeluhkan mengapa ini bisa terjadi. Kedua, tahap marah, orang tua frustasi bahkan bisa ngamuk. Bila ini tidak teratasi, bisa terjadi tahap depresi. Yang dikuatirkan disini kesehatan mental setiap orang. Tahap terakhir yaitu menerima situasi, tidak mudah terjadi, karena butuh self-awareness. Butuh latihan untuk tahu apa yang kita rasakan. Kita perlu berefleksi.
Banyak orang stres dengan ketakutan imajiner seperti takut anaknya bodoh, ketinggalan pelajaran, yang dalam doktrin utilitarian, akan takut nanti anaknya tidak bisa dapat kerja. CM menanyakan mengapa kita menjalani apa yang kita jalani, tujuannya buat apa, ketakutan apa, apa yang dikerjakan buat menyelesaikan ketakutan.
Pada ortu yang mengerti apa hakekat dan tujuan pendidikan, situasi pandemi ini bisa dipandang berbeda. Dengan belajar daring, ortu bisa menggunakan waktu membangun kedekatan bersama anak. Anak juga dapat belajar hal-hal baru dari pekerjaan sehari-hari di rumah. Karena pendidikan tidak sekedar hal akademis, sehingga ortu tidak perlu pusing dengan hal-hal yang teknis. Tanggung jawab pendidikan utama di rumah ialah bersama ortu. Nietzsche mengatakan, "He who has a why to live can bear almost any how."
Realitas hidup ini gak pernah mulus. Orang zaman modern sudah mengalami penurunan dalam kemampuan menanggung hidup karena semua sudah serba artifisial dan dibantu teknologi. Pada zaman dulu, manusia harus menghadapi macan, perubahan drastis, dan bencana. Hal ini menuntut kita bahwa hidup punya kejutan, dan memaknai ulang setiap krisis. Memiliki ketangguhan emosional dengan tetap tenang dalam situasi krisis.
Reframing, sudut pandang bisa berubah. Ortu bisa bersyukur. Emosi negatif menjadi positif. Jalan lebih ringan, ortu bisa lebih happy.
Efektif ialah tentang melakukan hal yang benar. Efisien ialah tentang melakukan dengan cara yang benar. Modern itu efisien, seperti mesin cuci, menbuat kita lebih mudah dalam mencuci pakaian. Belajar yang efektif adalah belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang benar. Filosofi pendidikan itu ada dua. Pertama, anak itu kodratnya apa. Kedua, anak di dunia ini mau ngapain. Dari kedua hal ini, proses belajar mau ke arah mana.
CM bilang anak kodratnya lahir sebagai pembelajar. Belajar yang efektif inisiatifnya datang dari si anak. Banyak ortu menganggap belajar itu berarti mengerjakan banyak tugas dan PR. CM bilang education is science of relations, anak belajar bisa mengaitkan hidup dengan pengetahuan yang disampaikan. Kita lihat bayi, sibuk bergerak kesana kemari, ingin tahu ini dan itu, motivasi datang dari dalam. Karena anak di dalam dirinya sejatinya adalah pembelajar.
Jawaban dan penjelasan tentang sebuah pelajaran akan berguna bila ada pertanyaan dari si anak. Maka dalam belajar daring, dorong anak untuk bertanya, bercerita. Bukan ortu apalagi guru yang sibuk dan pusing dengan pengetahuan yang datang dari diri anak. CM bilang kalau anak melihat ortu sudah bisa mengurus segala sesuatu, ia dengan senang hati menyerahkan tanggung jawabnya ke ortu. CM beri amaran jangan kita ambil alih pembelajar dari anak. Tugas ortu adalah menyajikan pengetahuan yang kaya, beragam dan hidup. Ortu tidak menjadi penengah antara anak dan pengetahuan. Bagian anak adalah aktif mencerna pengetahuan.
Ortu dapat meminta anak menarasikan kembali. Dan juga yang tidak kalah penting, apa yang keluar dari anak harus dihargai. Narasi anak tidak bisa muncul saat itu. Di lain waktu ia bisa ceritakan kembali yang terluput kemarin. Karena pengetahuan sudah mengeram di dalam dirinya.
Jadi ortu gak perlu stres. Belajar percaya pada anak, percaya pada hasrat belajarnya. Ortu/guru belajar seni menyingkir. Biarkan anak berjumpa dengan pengetahuan. Lakukan dialog sokratik, kita sebagai fasilitator membuat anak merefleksikan pengetahuan yang dimilikinya. Bukan tentang ceramah, tapi berdialog pengetahuan yang menjadi miliknya.
Refleksi dari CM Indonesia #11 Belajar yang Efektif di Era Pandemi (25 Juli 2020)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar