Sungguh aku sepakat
Dapatkah seorang sepakat dengan dirinya sendiri? Persentase besar jawabannya dapat.
Dapatkah seorang sepakat dengan orang lain?
Kemungkinan bisa ya, bisa tidak.
Dapatkah seorang suami sepakat dengan seorang istri?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari saya ajak kita melihat sebuah kisah di zaman peperangan. Ini bukan perang suami istri. Ini perang besar. Perang bangsa-bangsa. Perang yang berlangsung berabad-abad.
Bahkan sampai sekarang terus berperang. Tidak ada ujung, dan tidak ada siapapun yang bisa meramalkan kapan bakal berhenti, kecuali dunia ini sudah mati. Ini kisah perang nyata, tercatat 2 bangsa yang pelosok daerah pun bakal mengetahui namanya.
Bangsa Israel dan Filistin sedang berperang saat itu. Saul, raja pertama Israel, sedang bersantai di bawah pohon delima bersama para pengikutnya. Tapi anaknya, Yonatan bersama bujang pembawa senjatanya diam-diam meninggalkan perkemahan. Untuk apa? Mereka mau pergi ke kemah Filistin untuk berperang. 2 orang hendak melawan ribuan tentara? Apa yang ada di isi kepala kedua orang ini?
Lagipula, antara kedua kemah masing-masing, mereka harus menyeberangi suatu pelintasan yang diapit dua bukit karang. Dan pasukan musuh bersenjata berkumpul di atas bukit pada kedua sisinya. Sebuah posisi yang menguntungkan, kalau Suntzu menamainya posisi pasti menang.
Lagipula Yonatan, sekalipun anak raja, hanya didampingi pembawa senjata. Pembawa senjata bukanlah orang yang mempunyai skill tempur di arena perang. Ia tugasnya membawa senjata tuannya. Senjata tuannya juga bukan satu. Sang tuan pasti berbekal senjata utama pada dirinya sendiri, jadi pembawa senjata membawa senjata tambahan, seperti tameng, baju zirah, tombak, pisau dan lain-lain. Mungkin ia bisa mengayunkan senjata tapi kalau ia punya skill tempur, maka ia sudah pasti jadi orang-orang yang mendampingi raja. Katakanlah dalam kisah ini ia dapat melawan musuh, tapi sudah tentu ia bukan barisan terdepan di medan perang.
Hanya saja, ada satu hal yang amat membuat saya terkesan, yaitu Yonatan dan bujangnya sepakat. Kalau tuannya A, ia ikut A. Mau B, ia ikut B. Apa resep bujang ini mau sepakat sama tuannya? Kitab 1 Samuel 14 mencatat bahwa tuannya ini bukan orang gegabah, bukan pamer atau ingin cari panggung. Tetapi dicatat bahwa Yonatan mencari tahu apakah Tuhan akan bertindak bagi mereka, dengan percaya bahwa "bagi Tuhan tidak sukar untuk menolong, baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang". Maka dengan bulat bujangnya mendukungnya "Lakukanlah niat hatimu itu... Sungguh aku sepakat"
“Do all that you have in mind,” his armor-bearer said. “Go ahead; I am with you heart and soul.”
Maka Yonatan baru bergerak dan menyerang musuh. Bujangnya mengikuti dari belakang dan membunuh setiap musuh yang telah dilukai Yonatan.
Apa kaitannya dengan suami dan istri?
Bukankah Yonatan adalah kiasan dari suami, dan bujangnya adalah kiasan dari istri.
Keluarga membutuhkan suami tangguh untuk menghadapi 'peperangan' hidup baik jasmani maupun rohani, tetapi suami tidak dapat dibiarkan sendirian dalam menghadapinya. Mereka memerlukan pertolongan dan dukungan dari istri yang dapat menjadi 'pembawa senjata' yang setia dan bersedia untuk bergabung bersama suami dalam pertempuran melawan musuh-musuh.
Dewasa ini, suami istri hanya diberitakan seputar romantisme dan hedonisme. Mereka tidak lagi membangun kebersamaan yang berpedoman pada prinsip-prinsip Tuhan: kesetiaan, melayani, mengasihi, mengampuni, memberi, dan sebagainya. Dunia dicemari dengan realita perceraian, perebutan harta, perzinahan dengan pasangan yang bukan seharusnya, keberpihakan pada pihak keluarga masing-masing, dan masih banyak lagi. Menjadi suami istri tantangannya dibumbui ketakutan, karena lupa akan siapa mereka dan siapa Tuhan atas hidup mereka.
Tuhan berfirman, apa yang dipersatukan Allah mengandung berkat. Berkat atas multiplikasi dan otorisasi. Tetapi dosa mengacaukan fakta, seperti ular yang memperdaya manusia, hari-hari inipun banyak berkat suami istri dicuri.
Dalam bahtera keluarga, ada masa dimana suami istri berperang sebagai satu tim. Sepakatlah sebagaimana Tuhan berbicara. Pandanglah kembali Tuhan yang atas-Nya kita sebagai suami istri mau dengar-dengaran. Dan pandanglah wajah suami/istri kita dan ingat kembali berkat pernikahan yang Tuhan sudah siapkan dalam kesepakatan kita.
Semoga kita dimampukan menjadi sepakat sebagai suami istri, mau bagaimanapun masalah dapat terjadi, sungguh alangkah indahnya dan betapa eloknya tetap sepakat di dalam Tuhan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar